Friday, October 31, 2014

Berbagi Lahan Menata Pemukiman Kumuh

Cerita dari Kampung Pisang
dialog kebijakan habitat day, makassar 2914
Sudah hampir sepuluh tahun (2004 - 2014) 49 KK warga Kampung Pisang kelurahan Maccini Sombala Makassar menguasai sebagian kecil lahan, yakni sekitar 7000 are dari total 3,7 hektar. Awalnya hanya 26 unit rumah semi permanen. Lahan ini berada dalam kawasan pengembangan GMTD (Gowa Makassar Tourism and Development). Menurut kesaksian warga, lokasi yang dimaksud dulunya rawa-rawa dan empang. Sekira tahun 1980, ketika Pemkot membangun tanggul di hulu  aliran sungai Jeneberang, hasil pengerukan sungai tersebut dipakai menimbun lokasi Kampung Pisang. Sejak saat itu lokasi tersebut dijadikan kebun, terutama tanaman pisang oleh penggarap. Hingga tahun 2002, warga mulai mendiami sebagian kecil lahan, sambil tetap berkebun dan beternak sapi. Warga sekitar menyebutnya Kampung Pisang. Setelah menjadi pemukiman baru di wilayah RT 04 RW 05, konflik pun mencuat pada tahun 2004 ketika kuasa ahli waris pemilik tanah membuat pagar beton sekeliling lahan.
Tinggal dan berumah di atas lahan yang telah dipagar beton oleh pemiliknya tidaklah nyaman. Tanpa fasilitas air bersih, listrik, dan akses jalan yang sempit. Seringkali kedatangan orang suruhan pemilik tanah dan orang kelurahan yang membujuk, menakut-nakuti, bahkan mengintimidasi warga agar bersedia menerima uang kompensasi. Betkali-kali pula Lurah maupun Camat menfasilitasi perundingan itu. Hasilnya pun nihil. Pernah juga lima orang perwakilan warga dipanggil ke kantor Polsek Tamalate untuk mengklarifikasi tuduhan penyerobotan tanah oleh orang suruhan pemilik tanah. Beruntung, tuduhan itu tidak semuanya benar. Pihak kepolisian pun tidak dapat memastikan adanya pelanggaran hukum karena bukti-bukti klaim kepemilikan tanah masih simpang siur. Demikian halnya ketika warga berdialog dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar, pada waktu itu, status tanah kampung pisang masih dalam sengketa berbagai pihak. Lahan seluas 1,7 hektar itu dikuasai oleh keluarga penggarap Dg. Maro sebagai penjual kepada warga. Ada pun pihak-pihak yang saling klaim di antaranya keluarga Andi Pammussureng, keluarga Andi Mappagiling, dan belakangan klaim SHM atas nama Jhon Tandiary, seorang pengusaya properti.
Banyak kalangan tidak percaya warga Kampung Pisang sanggup mempertahankan tempat tinggalnya. Nasib warga bergantung pada pihak luar, yakni KPRM. Dan itu tidak sepenuhnya benar. Pada tahun 2009, dalam kesempatan workshop regional Women Againts Eviction yang diselenggarakan oleh UPC, Huairou Commission dan LOCOA di Makassar, Walikota Ilham Arief Sirajuddin menyatakan sanggup memediasi sengketa dan menegaskan bahwa warga Kampung Pisang tidak akan digusur. Pernyataan ini diungkapkan di hadapan 30-an peserta yang berasal dari enam negara ASIA (Indonesia, Pilipina, Myanmar, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Korea Selatan). Sebagai tindak lanjutnya, walikota Makassar berkunjung ke lokasi dan berdialog dengan seluruh warga Kampung Pisang. Walikota menegaskan kembali tidak ada penggusuran, asalkan warga siap ditata. Momentum itulah yang dijadikan warga yang terorganisasi dalam Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM) dengan mengajukan konsep berbagi lahan (land-sharing) dan penataan pemukiman.
Kerja keras pun dimulai. KPRM bekerjasama dengan Bappeda Kota Makassar menghadirkan para ahli perencana kota dari Jakarta (RUJAK Center), Yogyakarta (ARKOM), dan arsitek senior UNHAS dalam suatu workshop Bedah Kampung Terpadu. Tindak lanjutnya adalah pemetaan partisipatif warga Kampung Pisang sebagai pilot berbagi lahan dan berdah kampung. Jadilah sebuah desain tata pemukiman di atas lahan 7000 meter lengkap dengan maket yang dibuat dan disepakati seluruh warga. Sebagai konsekuensi, sebanyak 12 rumah harus dibongkar dan dipindahkan ke lokasi baru. Tindakan ini menjadi pertanda kesiapan warga untuk bergotong royong dan berkorban.
Kerja keras tidak selalu memuluskan harapan ideal. Antara tahun 2010-2013 proses perundiugan mengalami kemandekan, dan situasi politik lokal pun sedang memanas. Pihak pemilik tanah menolak desain versi warga, dan menawarkan lokasi baru, yakni lahan empang seluas sekitar 3000 meter. Lokasi ini masih dalam kawasan sengketa yang terletak di RT 02/05. Tahun 2011 pemilihan gubernur, disusul pemilihan walikota tahun 2012, sampai menjelang pemilihan anggota legislatif. Namun,  pada tanggal 5 Juni 2013 dalam situasi transisi kepemimpinan politik kota Makassar itulah Kampung Pisang menjadi lokasi kunjungan Utusan Khusus PBB (UN Special Repporteur) urusan Perumahan Ms. Raquel Rotnik. Acara ini dihadiri pejabat Pemkot Makassar, Camat, Lurah, juga Pemkot Kendari, serta perwakilan kampung-kampung bermasalah, Kunjungan ini membawa optimisme baru bahwa kampung pisang dan kampung-kampung lainnya dibawah pemantauan PBB.
Masih dalam suasana kontestasi politik, terbit surat pribadi yang ditandatangani Jhon Tandiary yang ditujukan kepada warga Kampung Pisang. Poinnya adalah pihak Jhon Tandiary yang mengaku pemilih tanah bersertifikat bersedia menyerahkan sebidang tanah seluas +/- 3000 meter. Penawaran menjadi bahan diskusi panjang di antara warga dan organisasi penduikungnya. Singkat cerita, warga Kampung Pisang bersedia menerima tawaran tsrsebut dengan syarat: (1) dilakukan penimbunan atas biaya pihak kedua; (2) pemerintah kota menfasilitasi penerbitan sertifikasi hak milik untuk 49 KK. Sebagai tindak lanjutnya, KPRM bekerjasama dengan pemerintah kota melakukan pertemuan di kantor kecamatan Tamalate, yang dihadiri Walikota Ilham Arief Sirajuddin dan kepada Bappeda. Dalam pertemuan itu, walikota berjanji hanya akan menerbitkan Akte Hibah kepada 49 KK.
Link informasi terkait::


Monday, October 27, 2014

Merayakan Hari Habitat 2014


Suara Rakyat dari Pemukiman Kumuh
Hari Habitat (Habitat Day) dirayakan setiap tahun pada senin pertama bulan oktober. Badan PBB urusan Pemukiman (UN Habitat) merayakannya sejak tahun 1986 untuk mengingatkan masyarakat dunia tentang situasi lingkungan pemukiman rakyat di perkotaan. Tema Hari Habitat 2014 adalah Voices from Slums, yang menegaskan kembali kondisi pemukiman kumuh yang sebagian besar dihuni masyarakat miskin. PBB memperkirakan ada satu miliar penduduk yang tinggal dalam pemukiman kumuh yang dipicu oleh pertambahan angka kelahiran dan perpindahan penduduk di perkotaan.
Kondisi pemukiman kumuh adalah kenyataan hari ini, di depan mata, dimana tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, rumah yang tidak layak huni, ketiadaan fasilitas air bersih, kemiskinan dan terbatasnya lapangan kerja. Pada umumnya pemukiman kumuh tidak memiliki ruang publik, lahan tempat tinggal yang tidak aman (unsecure tenure), serta jalan dan lorong yang sempit sehingga menyulitkan akses warga pada pelayanan darurat. Kebakaran dan banjir menjadi bencana laten dalam pemukiman kumuh.
Pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan perumahan yang layak, dan daya dukung lingkungan.Pemukiman kumuh dengan rumah yang tidak layak huni berkaitan langsung dengan status kemiskinan. Data BPS (2011) menunjukkan sebesar 12,57% rumah tangga kumuh di perkotaan. Sumber yang sama menyebut 8,46 juta unit rumah dianggap tidak layak huni. Sekitar 4,69 juta Rumah Tangga  yang menempati lahan yang tidak aman (Nugroho, 2013). Kondisi ini berpotensi konflik penguasaan tanah, yang seringkali berujung pada penggusuran paksa (force eviction) tanpa alternatif pemecahan masalah yang menguntungkan rakyat miskin. Selain itu, kota-kota besar di Indonesia mengalami kekurangan ruang terbuka hijau (RTH), yakni rata-rata kurang dari 30%. Hanya 129 dari 415 kabupaten/kota yang memiliki data pemukiman kumuh yang aksesibel.
Peningkatan kegiatan ekonomi kota memicu urbanisasi dan migrasi penduduk desa ke kota-kota besar seperti Makassar. Dengan jumlah penduduk 1.371.904 jiwa, kota Makassar menyisakan keluarga miskin 62.096 RT (BPS 2011), di antaranya rumah yang tidak layak huni 3.197 RT. Sebanyak 62.550 jiwa penduduk miskin bertempat tinggal dalamkawasan kumuh seluas 398,49 HA pada 10 kecamatan dan sekitar 23 kelurahan (Idris Paratarai, 2011). Statistik kemiskinan ini mencerminkan angka kemiskinan secara Nasional. Meskipun angka kemiskinan turun dalam 10 tahun terakhir, pemerintahan SBY-Budiono dinilai tidak mencapai target MDG’s 2015. Statistik kemiskinan masih di atas sepuluh persen, yakni 11,5% tahun 2014 atau sekitar 28,5 juta jiwa dengan rasio gini (kesenjangan) hampir 4 %. 
tarian anak-anak kampis
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Sosial (Kemensos) telah memperbaharui strategi pengentasan kemiskinan dengan program Bedah Rumah dan pengadaan Sarana Lingkungan (Sarling) pemukiman kumuh. Program ini menjadi penting untuk dikembangkan (scale-up) secara komprehensif. UPC – Konsorsium Kemiskinan Perkotaan telah mengembangkannya melalui kerjasama program City Wide Upgrading. Pilot program dimulai dari pinggiran, yakni Penataan Kampung Strenkali Surabaya, UpgradingKampung Bungkutoko Kendari, juga Kampung Deret dan Rusunawa sekitar waduk Pluit Jakarta. Konsep “bedah kampung” mereformasi program “bedah rumah”, dimana pemecahan masalah kemiskinan dilakukan secara terpadu (integratif) dalam suatu pemukiman kumuh. Program ini pun menjadi model untuk solusi sengketa tanah pemukiman, yakni Berbagi Lahan (Land-Sharing) seperti yang dillakukan KPRM dan ARKOM di Kampung Pisang kelurahan Maccini Sombala kecamatan Tamalate dan kampung pesisir Buloa kecamatan Tallo.  
Pemerintahan Joko Widodo-Yusuf Kalla, dalam hal ini kementerian terkait diharapkan mereplikasi dan menguatkan strategi penanggulangan kemiskinan melalui program Bedah Kampung Terpadu, yang partisipatif dan kolaboratif. Program ini mencakup kegiatan penghijauan, perbaikan sanitasi dan infrastruktur, pengelolaan sampah, peningkatan pendapatan keluarga (KUBE), serta penguatan organisasi warga dalam suatu pemukiman kumuh. Program ini juga akan berkontribusi pada perluasan ruang terbuka hijau (RTH) berbasis lorong perkampungan. 
Melalui perayaan Hari Habitat 2014 Jeajaring Rakyat Miskin Indonesia (JERAMI) yang kami pusatkan di kota Makassar, sekaligus melaunchingprogram percontohan Penataan Kampung Pisang oleh Menteri Sosial, mengajak pihak-pihak yang berkepentingan untuk:
penghargaan atas kerja keras
1. Mendukung dan menfasilitasi program Penataan Pemukiman Kumuh sebagai bagian dari kebijakan strategis pemerintah pusat dan kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan.
2. Menjadikan program Bedah Kampung Terpadu di perkotaan sebagai Quick Wins (100 hari) pemerintahan Jokowi – Yusuf Kalla periode 2015 – 2019.
3. Menghimbau pemerintah kota Makassar menjadikan penataan Kampung Pisang sebagai pilot program penataan pemukiman kumuh lainnya.

Makassar, 07 Oktober 2014  
JEJARING RAKYAT MISKIN INDONESIA
1.      Seknas UPC – Urban Poor Consortium Jakarta
2.      KPRM – Komite Perjuangan Rakyat Miskin Makassar
3.      GERMIS – Gerakan Rakyat Miskin Kendari
4.      JRMK – Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta
5.      JRMK – Jaringan Rakyat Miskin Kota Lampung
6.      PW2SS – Paguyuban Wargra Strenkali Surabaya
7.      KLM – Korban Lapindo Menggugat Porong Sidoarjo
8.      AKRAM – Aliansi Rakyat Miskin Pare-pare
9.      ARKOM – Arsitek Komunitas Makassar
10.  SIAGA – Aliansi Masyarakat Tanggap Bencana Maros/Pangkep