"Mengecam Tindak Kekerasan Aparat Kepolisian terhadap Aktivis Pro-Demokrasi"
Pemerintahan Joko Widodo dan
Yusuf Kalla merupakan pemerintahan berwatak demokratis, dan karena itu kebijakan-kebijakan
yang akan dihasilkannya pun akan mempertimbangkan kehendak rakyatnya. Demikian
halnya dengan rencana pengalihan subsidi BBM, yang saat ini mendapat penolakan
dari sejumlah elemen masyarakat dan mahasiswa. Hal wajar dan masih dalam koridor
demokrasi. Sepanjang sikap penolakan itu diwujudkan secara konstitusional, bersandar pada kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, maka
tidak ada alasan aksi-aksi mahasiswa itu dihadapi dengan cara-cara kekerasan,
apalagi menggunakan senjata.
Sejauh yang kami pantau dan
pelajari dari aksi-aksi penolakan kenaikan harga BBM, seperti yang terjadi pada
aksi mahasiswa Universitas Nasional Makassar (13/11/2014), dimana telah terjadi penganiayaan mahasiswa
dan jurnalis, disertai pengrusakan terhadap fasilitas kampus maupun milik pribadi, menunjukkan suatu sistim
pengamanan yang buruk dari aparat kepolisian terhadap aksi-aksi parlemen
jalanan tersebut. Tindakan aparat pengamanan sudah melampaui standar operasional pengamanan terhadap pengunjuk rasa.
Kami menolak istilah
tindakan “spontan anak buah” sebagaimana yang diucapkan Kabid Humas Polda
Sulselbar, Kombes Pol Endi Sutendi. Tindak spontan sehubungan
dengan isu Wakapoltabes kena panah dari oknum tertentu, yang sebenarnya masih memerlukan
pembuktian siapa pelakunya. Para pengunjuk rasa atau pun pihak-pihak tertentu. Istilah tindakan spontanitas itu adalah alasan yang
dibuat-buat pihak kepolisian. Pada prinsipnya, pihak kepolisian telah bertindak
arogan, dan bertentangan dengan konstitusi.
Hemat kami, aparat kepolisian
pelaku kekerasan dan pengrusakan harus diusut dan ditindak tegas sesuai
ketentuan disiplin aparatur negara. Demikian sebaliknya, harus diusut dan ditindak tegas pelaku
unjukrasa yang diduga melakukan tindak kekerasan terhadap aparat pengamanan.
Dengan begitu, citra POLRI sebagai pengayom masyarakat dan penegak hukum tidak
tercoreng hanya karena tindakan emosional okonum-oknum di lapangan. Jika hal seperti
ini gagal dibuktikan, maka tindakan yang sama akan terus berulang, yang pada
dgilirannya menurunkan kredibilitas pemerintahan demokratis Jokowi-Kalla.
Sehubungan dengan hal
tersebut, kami, Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat)
Makassar menyampaikan sikap:
- Hentikan cara-cara premanisme dalam aksi menolak pengalihan subsidi BBM
- Usut tuntas para pelaku pengrusakan dan tindak kekerasan terhadap mahasiswa maupun jurnalis dan masyarakat
- Mendesak Kapolda Sulselbar untuk bertanggung jawab atas segala kerugian akibat penganiayaan mahasiswa maupun jurnalis dan pengrusakan fasilitas kampus maupun milik pribadi
- Menghimbau para rektor perguruan tinggi di kota Makassar untuk membuka forum-forum diskusi dan klarifikasi perihal rencana pengalihan subsidi BBM.
Demikian pernyataan pers kami sebagai bentuk
solidaritas terhadap korban kekerasan, dan usaha kami dalam mengawal
pemerintahan yang demokratis.
Makassar, 14 Nopember 2014
No comments:
Post a Comment