Friday, November 28, 2014

Kekerasan Batu

Respon terhadap Tawuran Menolak Kenaikan Harga BBM
Oleh M. Nawir
KASTA - Komunitas Alumni Unhas Tamalanrea

bongkahan batu permata
Akhir-akhir ini perbincangan tentang batu kian mengemuka. Di lorong-lorong perkampungan, kantor, warung, kampus, pasar dan terminal, warga kota saling memamerkan  koleksi batunya. Tidak terkecuali di jalanan. Para demonstran yang menolak kenaikan harga BBM pun mengumpul batu untuk persiapan jika terjadi bentrokan. Pendek kata, beberapa tahun ini sedang musim bebatuan.
Batu identik dengan benda padat yang memiliki skala kekerasan bertingkat-tingkat. Di sebut skala Mohs, berasal dari nama penemunya, Frederich Mohs, seorang ahli geologi berkebangsaan Jerman yang pertama kali membagi 10 tingkat kekerasan mineral batu. Skala kekerasan batu terendah adalah jenis Talek, seperti laiknya batu kapur atau pun gypsum, yang mudah dgores dan larut dalam cairan asam. Batu intan (diamond) dinilai berkekerasan tinggi dan termasuk batu kelas satu. Hanya dengan bubuk intan, batu-batu permata lainnya dapat digosok hingga mengkilap.
Secara objektif, semakin tinggi tingkat kekerasan batu tertentu, semakin tinggi nilainya. Batu-batu jalanan yang digunakan para demonstaran juga memiliki skala mohs. Kekerasannya di atas talek dan gypsum lah. Itulah sebabnya, batu-batu jalanan itu bisa memecahkan kaca mobil, juga kepala manusia.
Menilai kualitas jenis batu tertentu sangat subjektif, dan karena itu harganya fluktuatif. Misalnya, bacan, yang belakangan ini paling serius dibincangkan para pecinta batu. Hanya lantaran pak SBY pernah menghadiahkan jenis batu bacan kepada presiden Obama.  Ditilik dari skala kekerasannya, Bacan tergolong batu berkelas tiga. Jauh di bawah intan, topaz atau pun ruby. Banyak sumber informasi menyebut mineral batu yang khas dari kepulauan Maluku itu termasuk jenis batu Krisokola.  Skala mohsnya 4 – 3. Namun, diakui skala mohs jenis krisokola seperti bacan itu bisa meningkat rata-rata 6-5 setelah mengalami proses fisis.
Masyarakat Sulsel juga memiliki sumber mineral bebatuan yang kaya. Para geolog dan pecinta batu permata sedang menggali jenis batu yang khas orang Sulsel. Sejauh yang beredar di pasaran adalah jenis batu berkelas tiga, yang diistilahkan dengan batu lokalan sepeti Badar, Garnet, Lumut. Jenis batu yang umum dipakai orang Sulsel adalah batu Ako’ (Safir) dan Peroso’ (Pirus). Digemari karena bertautan dengan kepercayaan orang bugis-makassar bahwa kedua jenis itu pernah digunakan Sawerigading dalam petualangannya. Diukur dari tingkat kekerasan (skala mohs), Ako’ dan Peroso termasuk batu berkelas dua dan tiga. Skala mohsnya berkisar 6,5 sampai 5.  
Pasar bebatuan mula di kota Makassar, lumayan bagus prospeknya. Para pengrajinnya tersebar di kampung-kampung maupun di pasar. Usaha ini termasuk industri kreatif, yang cukup lama. Konsumennya pun meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan penrtumbuhan kelas sosial. Di sudut kiri pasar sentral, setiap hari ramai dikunjungi para pecinta dan pengrajin batu permata.  Segala jenis bebatuan mulia maupun batu imitasi tersedia dengan harga bertingkat-tingkat, sesuai penawaran.
Hobby batu memang unik. Mereka yang menggemarinya tentu menyukai kekerasan, dalam pengertian ilmiah. Pribadi-pribadi yang memakai batu-batu mulia mencerminkan bagian dari kepribadiannya, juga status sosial. Di baliknya, tersimpan cita rasa kebudayaan.  Namun, jika salah dalam penggunaannya, jenis bebatuan apa pun bisa melukai, bahkan membunuh manusia.

No comments:

Post a Comment